Kisah dari Gedung Tua di Bogor





Pada bulan Januari 2009 lalu, saya diutus oleh kantor untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat) di Jakarta. Diklat yang saya ikuti bersama peserta dari berbagai provinsi di Indonesia adalah tentang manajemen. Diklatnya dilaksanakan di Jakarta, tapi tempat menginap para peserta yang dari luar Jakarta ada di Bogor. Setiap pagi sehabis sarapan, kami diantar ke Jakarta, dan sore hari diantar ke Bogor lagi. Diklat ini bahasa pengantarnya adalah bahasa Inggris, karena yang mengajar adalah Professor dari Universitas Leiden, Belanda.


Gedung tempat kami menginap di Bogor adalah gedung tua dari zaman Belanda yang usianya hampir 200-an tahun. Masih ada tulisan berbahasa Belanda dibagian depan gedung. Gedung dibagian belakang yang terpisah adalah wisma tempat menginap peserta, juga merupakan gedung tua bangunan Belanda juga, berlantai dua. Dua gedung yang disampingnya adalah gedung baru yang dibangun oleh salah satu Instansi pemerintah pusat, sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
Kami peserta diklat yang menginap di Bogor berjumlah 8 orang, 5 orang dilantai 1 dan 3 orang dilantai 2 termasuk saya. Masing masing satu orang satu kamar, meskipun setiap kamar diperuntukkan untuk 2 orang. Kamar yang saya tempati persis disamping tangga turun. Malam pertama kami tidak merasa ada yang aneh, meskipun sebenarnya saya sudah mulai bertanya tanya dalam hati, kenapa cleaning service (atau panitia Diklat?) itu tengah malam belum tidur dan masih sibuk bolak balik naik tangga. Tapi saya pikir, mungkin karena mereka (panitia termasuk cleaning service) masih sibuk dengan persipan acara Diklat, jadi sampai tengah malam masih terus bekerja.


Esok harinya, saat sarapan iseng iseng saya tanya pada petugas ruang makan kenapa panitia bolak balik naik kelantai dua sampai tengah malam. Petugas ruang makan, seorang ibu paruh baya, mengatakan bahwa, tidak ada panitia maupun cleaning service yang bermalam, atau yang bekerja sampai tengah malam. Mereka sudah pada pulang kerumah masing masing pada sore hari menjelang magrib. Hanya petugas ruang makan yang tinggal sampai acara makan malam selesai. Jadi siapa yang bolak balik naik turun tangga tadi malam? Paling teman peserta dari Maluku dan Sumatra itu. Habis sarapan, kami pun diantar ke Jakarta mengikuti Diklat sampai sore.


Malam kedua, sehabis makan malam, kami ngobrol sampai larut malam, mengenai diklat tadi di Jakarta. Ternyata hampir semua peserta tidak begitu bisa menangkap apa yang dibicarakan oleh Professor dari Belanda itu. Saya kemudian didaulat untuk menjelaskannya dengan berdasarkan slide powerpoint yang dibagikan. Saat sudah hampir jam 12 malam, kamipun masuk kekamar masing untuk tidur. Karena lelah, saya cepat tertidur, tapi terbangun, sekitar jam 2.30 dinihari oleh suara ribut detak sepatu orang naik dan turun tangga. Saya mencoba bangkit dari tempat tidur mendekati dan membuka pintu. Tidak ada orang, sunyi senyap. Dua orang teman lain juga sudah tidur, karena nampak gelap ruangannya. Tidak ada nampak cahaya setitikpun dari celah bagian bawah pintu ruangan mereka. Saya kemudian balik tidur sambil menutupi telinga dengan bantal dan terbangun setelah terdengar azan subuh dari mesjid disekitar.


Pada malam ketiga, saat saya shalat Isya dikamar sehabis makan malam, pada rakaat kedua, tiba tiba sepertinya ada yang meniup bagian belakang kepala dan telinga saya dan disertai dengan suara menderu seperti orang yang meniup lilin dengan keras. Shalat kuhentikan sementara, lalu saya ambil al-quran dan membaca ayat kursi dan surah yasin, kemudian saya Shalat Isya lagi. Mencoba tidur lagi, tapi tidak bisa, saya keluar kamar, dan melihat kamar teman dari Sumatra masih menyala. Kuketuk pintunya dan dia memang belum tidur, katanya lagi membaca slide yang dipelajari tadi. Kami akhirnya berdiskusi sampai saya tertidur di ranjang sebelahnya.


Esok pagi, saat dalam perjalanan ke Jakarta, terungkaplah cerita cerita seram dari teman teman peserta lainnya. Peserta dari Maluku, mengaku, pada saat dinihari, dia didatangi oleh seseorang berpakaian serba putih dan diajak bersalaman, dan dia yakin tidak sedang tertidur atau mimpi saat itu. Ada juga teman dilantai satu yang mengaku melihat sosok perempuan berambut pirang sepertinya masuk kesalah satu kamar. Padahal tidak ada peserta diklat perempuan dan panitia yang perempuan tidak ada yang menginap dan tidak ada yang berambut pirang. Salah seorang panitia akhirnya menceritakan tentang riwayat gedung tua tersebut yang katanya dijagai atau ditunggui oleh hantu perempuan Belanda, dan termasuk lokasi tempat pemenggalan kepala para tahanan pribumi oleh tentara Jepang saat perang dunia ke-2 yang lokasinya tepat disamping gedung tempat kami menginap. Katanya lagi, setiap kali Diklat pasti banyak peserta yang melihat atau mendengar sesuatu yang menakutkan. Tapi kemudian dia menambahkan, bahwa jangan terlalu dipikirkan, karena belum pernah ada kejadian fatal dalam pelaksanaan diklat disini.

5 komentar:

Takalar Kini dan Esok, Paradigma Baru Bupati Zainal

Buku : Takalar Kini & Esok, Paradigma Baru Bupati Zainal Editor : Andi Wanua Tangke dan Usman Nukma Penerbit : Pustaka Refleksi Te...

Popular Posts