Kebun Raya Bogor (Bagian 2)

Pada kunjungan saya yang keduakalinya, saya mencoba mengeksplor bagian timur (atau bagian tengah KRB) kalau KRB dilihat pada petanya. Dari pintu masuk utama, saya menyusuri jalan setapak kearah timur. Pertama yang bisa dikunjungi adalah taman Meksiko (Mexican Garden) kemudian koleksi tanaman pandan, koleksi palem dan tanaman paku-pakuan. Kalau Pandan dan Palem, rasanya tidaklah terlalu asing. Namun pada koleksi tanaman Paku-pakuan, saya merasa seakan akan berada diera ketika Dinosaurus menguasai planet bumi ini. Jenis tanaman ini termasuk kelompok tanaman tertua didunia.
Selanjutnya menyusuri jalanan utama ditepian sungai Ciliwung yang membelah KRB kita bisa jumpai pohon pohon raksasa yang usianya ratusan tahun. Jenis pohon terbesar yang saya lihat adalah yang namanya pohon Kanari Babi. Entah mengapa disebut Kanari Babi. Saya tidak menemukan keterangan lain, selain nama dan tahun penanamannya. Menurut informasi dari internet yang saya peroleh, tanggal 1 Juni 2006 lalu ada 124 pohon tua yang berusia rata rata diatas 100 tahun, tumbang akibat badai angin kencang yang melanda Bogor waktu itu. Selama satu pekan KRB ditutup untuk umum dalam rangka pembersihan pohon pohon yang tumbang itu. Yang menarik perhatian saya adalah pohon kembar raksasa yang ada pada cover brosur KRB. Ketika berada di Graha Sambrhama (Informastion Centre) saya sempat menanyakan kepada seorang pelajar yang (mungkin) praktek kerja di KRB, tentang lokasi pohon tersebut. Dari pelajar tersebut, saya diberitahukan bahwa pohon jodoh ada didekat jembatan gantung, sambil menunjukkan lokasi jembatan gantung di brosur peta. Pada kunjungan kedua ini, pohon kembar raksasa itu tujuan utama saya, selain mencari obyek foto lainnya.
Akhirnya setelah berjalan beberapa menit, saya menemukannya. Di KRB ini banyak turis asing maupun domestik yang masuk. Dibawah pohon raksasa tersebut sepasang turis Arab sedang duduk sambil dipotret oleh pemandunya. Karena saya jalan sendirian, saya akhirnya meminta sang pemandu yang fasih berbahasa Arab itu, untuk memotret saya dengan kamera digitalku, setelah sepasang turis Arab tersebut berdiri dan mempersilahkan saya. Turis asing yang saya lihat ada di KRB hari itu, aa sekelompok turis Jepang, semua bertopi putih dan hampir semua membawa kamera digital, kemudian ada beberapa pasang turis bule. Sementara turis domestik hanya datang berziarah, ada juga beberapa pasang remaja, yang asyik berkasih-kasihan, seakan tak peduli orang yang lalu lalang. Mungkin remaja Bogor atau dari daerah luar Bogor.
Tidak jauh dari pohon raksasa tersebut juga ada pekuburan keramat bercat hijau, yang saya lihat banyak orang berziarah didalamnya, datang dengan kendaraan roda empat. Dua orang perempuan muda yang sedang duduk didepan kompleks pekuburan itu, kutanya tentang siapa kuburan yang ramai itu, ternyata mereka juga tidak tahu. Belakang dari browsing di internet saya temukan informasinya. Kuburan tersebut adalah makam Ratu Galuh, istri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari kerajaan Sunda yang memerintah dari tahun 1474 – 1513.
Sehari setelah saya berkunjung ke KRB, saya menggali informasi dari internet tentang KRB dan Bogor (Buitenzorg) dimasa lampau. Ternyata cukup banyak. Bahkan foto foto KRB puluhan tahun lalu dan lukisan ratusan tahun lalu ada di Internet. Ada yang tersimpan di Blog blog pribadi yang diambil dari Tropen Museum Belanda. Beberapa diantaranya saya unduh juga disini. Saya lalu membandingkan dengan hasil foto saya. Nampaknya foto dan lukisan KRB zaman dulu belum serimbun sekarang. Sumber Gambar: Koleksi Pribadi dan Foto lama dari Google (Tropen Museum)

Kebun Raya Bogor (Bagian I)

Awal Oktober 2013 saya sempat berkunjung dan keliling Kebun Raya, meski tidak semua sempat saya datangi. Waktu itu saya mengikuti pelatihan pada salah satu pusat Diklat salah satu lembaga yang lokasinya dekat dari Kebun Raya. Berjarak hanya ratusan meter dari pintu utama. Kebetulan saya tiba di Bogor sehari sebelum acara Diklat dimulai, jadi saya pergunakan kesemptana sebaik-baiknya untuk mengeksplorasi KRB. Kebun Raya Bogor (KRB) adalah salah satu diantara sedikit kebun raya yang pernah dibangun di Indonesia. Kebun Raya ini luasnya sekitar 87 hektar dan jumlah koleksi tumbuhannya sekitar 15.000 jenis. Tidak heran jika kebun raya ini ramai dikunjungi baik oleh wisatawan domestic, wisatawan asing, pelajar, mahasiswa dan juga peneliti. Bukan hanya kebun raya yang ada, tetapi juga ada museum zoology, herbarium, perpustakaan, rumah kaca Anggrek, CafĂ© de’Daunan, Taman Sujana Kassan, Griya Anggrek, Orchidarium, Masjid, Lapangan Astrid, lapangan Randu, Taman Mexico, Laboratorum Treub dan toko cenderamata. Harga tanda masuknya cukup terjangkau, yaitu Rp. 14.000 perorang, kendaraan roda empat, Rp. 30.000,- Sepeda Rp.5.000,-. Turis dipungut biaya Rp. 30.000,- Kebun raya terbuka mulai jam 7.30 sampai jam 17.00. Ada 4 pintu masuk kekebun, tapi pintu masuk utamanya adalah yang terletak dibagian selatan yaitu di Jalan Otto Iskandar Dinata. Untuk pintu masukknya, ada digedung Graha Sambhrama, karena disitulah loket penjualan tiket, ada brosur dan peta kebun raya serta beberapa petugas yang bisa dimintai informasi tentang apa saja yang bisa dilihat dikunjungi didalam kebun raya. Selama di Bogor, saya mengunjungi Kebun Raya dua kali, pertama hari Senin sore 30 September 2013, kemudian Jumat Sore 4 Oktober 2013. Saya selalu berkunjung sendirian saja, karena beberapa teman Diklat yang kuajak, nampaknya tidak tertarik. Pada kunjungan pertama saya hanya jalan keliling disisi barat sekitar kolam besar dan Istana Bogor. Waktu senja menjelang, tidak sempat mengunjungi bagian timur. Pada kunjungan kedua, saya mengeksplor sisi timurnya, namun juga karena senja menjelang, belum sempat keseberang sungai melewati jembatan gantung. Pada kunjungan pertama, yang menarik perhatian saya adalah Tugu Lady Raffles (Lady Raffles Memorial Monument). Letaknya tidak jauh dari pintu masuk utama. Monumen ini dibangun pada oleh Sir Thomas Stanford Raffles, Letnan Gubernur Inggris di Pulau Jawa waktu itu (1811 – 1816) sebagai kenangan kepada istrinya Lady Olivia Mariamne yang meninggal dunia karena Malaria tahun 1814 pada usia 43 tahun. Kuburannya ada di Pekuburan Belanda di Jakarta, tapi monumen kenangan dibangun di Kebun Raya Bogor karena waktu itu Sir Thomas Stanford Raffles tinggal di Istana Bogor. Kemudian saya berjalan menyusuri telaga kecil yang airnya keruh kehijauan. Sayang sekali karena banyak sampah kemasan minuman berserakah dikolam. Menyusuri telaga keutara menuju bagian belakang (atau bagian depan?) Istana Bogor. Persis diujung telaga ada Tugu Reinwardt (Reinwardt Monument). Tugu yang diresmikan tanggal 16 Mei 2006 ini dibangun untuk mengenang dedikasi Prof. Caspar George Karl Reinwardt seorang ilmuwan ahli botani berkebangsaan Jerman yang pindah ke Belanda dan kemudian oleh pemerintah Belanda ditugaskan sebagai Menteri Pertanian, Seni dan dan Ilmu Pengetahuan di Jawa. Beliau banyak meneliti tanaman yang berkhasiat untuk pengobatan. Beliau juga yang merintis pembangunan Herbarium di Bogor yang waktu dikenal dengan nama Herbarium Bogoriense. Bogor pada era kolonial dikenal dengan nama Buitenzorg yang dalam bahasa Belanda artinya “tidak perlu khawatir”. Dari Tugu Reinwardt kemudian saya menyusuri jalan setapak kearah barat, dan menemukan kuburan Belanda yang dipagari dibawah teduhnya rumpun bambu. Suasana agak sepi dan agak gelap karena hari menjelang senja, hanya ada tukang sapu kebun dan empat atau orang pelajar disekitar tempat itu, sehingga ada sedikit rasa mistik menyelimuti, namun saya memberanikan diri mendekat, membaca tulisan yang ada dibatu batu nisan yang besar dan memotretnya. Dari papan display keterangannya, kompleks pekuburan Belanda ini sudah ada jauh sebelum KRB dirintis pembangunannya tahun 1817 oleh C.G.C. Reinwardt. Ada 42 makam di kompleks pemakaman itu dan 38 diantaranya ada identitasnya, sisanya tidak ada identitas/ tulisan alias makam tidak dikenal. Bentuk nisan dan ornamen makam sangat unik dan berbeda beda satu sama lainnya. Ada yang berbentuk tugu yang tinggi mengerucut, ada yang berupa papan dengan dua pilar kecil sebagai penopangnya, ada yang mirip gentong tapi punya empat sisi, dan bentuk unik lainnya. Kebanyak yang dimakamkan disini adalah para Gubernur Jendral Hindia Belanda dan keluarga dekatnya. Ada makam D.J. Eerens yang menjabat Gubernur Jendral dari tahun 1836 – 1840. Ada juga makam Mr. Ary Prins ahli hukum yang duakali menjadi pejabat sementara Gubernur Jendral. Ada makam 2 ahli biologi Belanda yang masih muda yang dikubur dalam satu liang, masing masing bernama Heinrich Kuhl dan J.C. Van Hanselt, yang dikirim ke Jawa oleh pemerintah Belanda untuk bekerja di KRB. Makam tertua disini adalah makam Cornelis Potmans seorang administrator toko obat yang wafat pada tanggal 2 Mei 1784. Sedangkan yang paling baru adalah makam Prof. Dr. A.J.G.H Koostermans yang wafat tahun 1994, seorang ahli botani berkebangsaan Belanda yang akhirnya menjadi warga negara Indonesia sejak 1958. Kostermans dikuburkan dilingkungan tumbuh-tumbuhan yang dicintainya sesuai dengan permintaannya sendiri selain sebagai penghargaan pemerintah Indonesia atas jasa jasanya untuk ilmu pengetahuan. Sampai akhir hayatnya, beliau bekerja di kantor Herbarium Bogoriense di KRB. Selanjutnya saya menyusuri jalan setapak diantara rerimbunan berbagai spesies rumpun bambu kearah selatan, dan sampai pada Taman Teijsmann (Teijsmann Garden) . Monumen ini adalah penghargaan atas dedikasi Johannnes Elias Teijsmann, seorang ahli pertanian pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Johannes Van den Bosch. Teijsmann, dengan dibantu oleh Justus Karl Hasskarl, beliau mengatur penanaman tanaman sesuai dengan kelompoknya menurut suku (familia) tanaman tersebut. Dekat dari tugu Teijsmann terdapat sekelompok pepohonan tempat bergelantungan kalong/ kelelawar. Dari taman Teijsmann menelusuri jalan utama dalam KRB dan melewati beberapa gedung tua, yaitu Wisma Tamu Nusa Indah dan Laboratorium Treub. Laboratorium ini dibangun tahun 1884 untuk mengabadikan nama Prof. Dr. Melchior Treub seorang Belanda yang pernah menjadi direktur KRB antara tahun 1880 - 1905 Sebelum sampai ke pintu gerbang utama, ada tempat pengembangbiakan bunga Raflesia dan bunga bangkai. Sayang sekali karena saat saya berkunjung, bunganya sama sekali tidak ada. Menurut petugas disitu, sudah lama kedua bunga tersebut tidak mekar, terakhir mekar sekitar tahun 2004 lalu. Dekat dari tempat ini ada toko cenderamata (souvenir shop) dimana banyak bibit tanaman dijual, juga gantungan kunci unik yang didalamnya ada bibit anggrek yang menurut penjualnya, bisa dikeluarkan dan ditanam. Nama KRB sendiri sudah berubah ubah, pada awal pembangunannya dinamai ‘s Lands Plantentuin sampai masa penjajahan Belanda berakhir. Dimasa pendudukan Jepang dikenal dengan nama Syokubutzuer, kemudian, dinamai Botanical Garden of Buitenzorg. Juga pernah disebut Botanical Garden of Indonesia. Sementara penduduk disekitarnya ada yang menyebutnya Kebun Gede, ada juga malah menyebutnya Kebun Jodoh. Mungkin karena banyak yang bertemu jodohnya (pasangannya) pertama kali didalam kebun ini. Entahlah…. Sumber Foto : Koleksi Pribadi

Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa di ANRI

Pada hari Jumat, 4 Oktober 2013 lalu, saya dan rombongan peserta diklat JIKN dan SIKN berkunjung ke Arsip Nasional RI, di Jalan Ampera Raya, Cilandak Timur Jakarta Selatan. Tujuan utama kami sebenarnya adalah meninjau tempat atau ruang pengoperasian Jaringan Informasi Kearsipan Nasional yang ada di ANRI, juga Pusat Informasi dan Dokumentasi, dan terakhir kami mengunjungi Diorama Sejarah Perjalana bangsa Indonesia.
Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa di ANRI ini dibangun pada masa kepemimpinan Bapak Djoko Utomo. Bapak Djoko Utomo ingin mengubah citra “arsip” yang cenderung dianggap tempat dokumen tua yang tidak terurus, kusam, berdebu dan tidak menarik untuk dikunjungi, menjadikan tempat wisata sejarah yang menarik. Akhirnya dibangunlah Diorama Perjalanan Bangsa di gedung ANRI, tepatnya disebelah kanan pintu utama gedung ANRI. Diresmikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, 31 Agustus 2009. Sejak diresmikan, setiap hari Diorama ini ramai dikunjungi baik oleh pelajar, mahasiswa, rombongan diklat maupun masyarakat umum. Didalam Diorama ini pengunjung bisa menyaksikan bagaimana arsip dan teknologi berkolaborasi membentuk karya seni yang menarik dan informatif, menjadi wahana pembelajaran sejarah baik kepada pelajar dan mahasiswa maupun kepada masyarakat pada umumnya. Diorama sejarah perjalanan bangsa menampilkan rangkaian sejarah perjalanan bangsa Indonesia, berdasarkan catatan sejarah. Ruang diorama seluas 750 m² dibagi menjadi 8 hall. Setiap hall menampilkan petikan peristiwa dan episode tertentu perjanan bangsa. Dimulai dari masa kejayaan Nusantara, perjuangan melawan penjajah, kebangkitan nasional, proklamasi kemerdekaan, masa mempertahankan kemerdekaan, masa mengisi kemerdekaan, masa reformasi dan diakhir diorama, pengunjung disuguhkan film perjuangan dalam mini theatre.
Urutan Hall dalam Diorama sebagai berikut: Hall A : ditampilkan masa kejayaan kerajaan nusantara melalui replika prasasti yang ditemukan di berbagai tempat di tanahair. Disini pengunjung juga bisa membuka dan membaca digital book yang berlayarsentuh (touch screen) dan wall display yang menarik. Hall B : masih ditampilkan masa masa perjuangan bangsa, dalam bentuk seni mural, juga terdapat beberapa profil pahlawan nasional. Juga terdapat boladunia yang terhubung dengan layar monitor melalui lampu led, sehingga lokasi perjuangan para pahwalan nasional dapat ditampilkan secara interaktif.
Hall C : menampilkan kisah pergerakan tokoh pemuda dari 1908 – 1928, ada foto tokoh para pemuda, dan Naskah “Sumpah Pemuda”, juga patung tiga serangkai pendiri Boedi Oetomo dan naskah teks lagu Indonesia Raya. Di ujung hall, terdapat diorama pertempuran 10 November di Surabaya yang berpusat di hotel Oranje, juga ditampilkan film dokumenter peristiwa tersebut pada layar monitor. Ada replika patung Jendral Sudirman saat bergerilya dengan cara ditandu, dan ada yang menarik disini, ada surat tulisan tangan Bung Karno kepada Jendral Sudirman. Dalam surat Bung Karno menyebut “Dinda” kepada Jendral Sudirman.
Hall D : Masa masa proklamasi kemerdekaan RI, ada patung ibu Fatmawati menjahit bendera pusaka Merah Putih, foto persiapan kemerdekaan, teks Proklamasi, suara Bung Karno saat membacakan teks proklamasi. Juga terdapat layar monitor yang bisa memperdengarkan lagu lagu perjuangan. Hall E : Masa mempertahankan kemerdekaan. Disini kita bisa menyaksikan berbagai konflik internal maupun eksternal yang mengancam integrasi bangsa seusai proklamasi kemerdekaan yang terjadi antara 1945 – 1965. Selain itu juga ditampilkan perundingan , perlawanan bersenjata, pidato bung Karno yang bisa didengar lewat headphone. Diantara Hall E dan Hall F terdapat koridor yang menampilkan foto pelantikan presiden, arsip pemilu dan arsip Supsersemar.
Hall F : Masa menjaga keutuhan bangsa, dimana ditampilkan peristiwa pemberontakan G30S PKI, patung para pahlawan revolusi dan juga film dokumenter pengankatan jenazah Pahlawan revolusi dari Lubang Buaya. Pada koridor sebelum sampai ke Hall G, terdapat foto ke 6 Presiden RI dari Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono, juga foto para wakil presiden dari Muhammad Hatta sampai Budiono, dan semua foto pemimpin tersebut tersenyum, sesuai dengan temanya “Senyummu Indonesiaku”.
Hall G : Masa reformasi 1998 - 2008, ditampilkan suasana gedung DPR/MPR RI saat diduduki mahasiswa. Ditampilkan juga amandemen UUD dan surat pernyataan berhenti Presiden Soeharto dari jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998. Rumah rumah adat dan pakaian tradisional serta tarian etnik dari semua berbagai suku bangsa juga ditampilkan. Terdapat layar monitor sehingga tampilan tersebut dalam bentuk audio-visual. Hall H : Sebuah teater (bioskop kecil) dimana pengunjung dapat menyaksikan film perjuangan yang menggugah rasa kebangsaan sebagai bahan perenungan tentang kejayaan bangsa dari masa kemasa yang telah dilewati dengan perjuangan, kerjakeras dan pengorbanan. Berbagai film bisa disaksikan disini, mulai dari film perjuangan (dokumenter) hingga film era reformasi dan film. Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa dibuka tiap hari. Hari kerja dari jam 9.00 – 15.00 sedangkan Sabtu dan Minggu dari jam 9.00 – 13.00. Tutup pada hari libur nasional. Masuk gratis, dan juga tersedia pemandu jika diperlukan. Bagi yang ingin berkunjung, dapat menghubungi bagian Humas ANRI, Jl. Ampera Raya No. 7, Jakarta 12560, Tlp. 021-7805851 ext. 111, 807. E-mail: info@anri.go.id, web site: www.anri.go.id . Disadur dari brosur Diorama SPB ANRI dan Majalah ARSIP edisi 50/2009. Sumber gambar dari koleksi pribadi.

Buku Cerdas Sulawesi Selatan, Bunga Rampai Pengetahuan tentang Sulawesi Selatan

Judul:                         Buku Cerdas Sulawesi Selatan Penulis:                       Shaff Muhtamar Penerbit:                     ...

Popular Posts